Minggu, 17 April 2011

Gejolak Timur Tengah 2011

Dikutip dari tulisan Kusnady Ar-Razi dengan editing seperlunya tanpa mengurangi essensi dan substansi

Berawal dari Tunisia, badai perubahan dengan cepat berhembus ke berbagai negara di Timur Tengah. Mesir segera dilanda demam ‘revolusi’ setelah rakyat Tunisia berhasil menggulingkan rezim Ben Ali dan terus menular ke Libya, bahkan Iran pun ikut bergolak. Kediktatoran rezim menjadi semacam pra kondisi aksi penggulingan kekuasaan di negara-negara tersebut. Di Libya, Qadafi telah menjadi semacam ikon penguasa diktator. Semenjak sukses mendepak kekuasaan Raja Idris tahun 1969, Qadafi telah memberangus seluruh aktivitas gerakan Islam di negaranya. Siapa pun yang melakukan aktivitas keislaman, dianggap melakukan kejahatan besar. Tak heran jika selama empat dekade kekuasaannya selalu diwarnai dengan aksi penangkapan terhadap aktivis Islam, penyiksaan, penghancuran rumah, hingga aksi pembunuhan massal.

Di Mesir kondisinya pun serupa dengan Libya. Hidup 30 tahun di bawah rezim yang korup dan despotik membuat gerah rakyat Mesir. Kondisi semacam ini sangat mudah untuk menciptakan sebuah gerakan sosial yang massif. Ayatullah Khamenei dalam analisisnya mengatakan, bukan hanya faktor ekonomi yang menjadi pemicu aksi penggulingan rezim di Mesir, tetapi juga keterhinaan yang ditimpakan Amerika kepada rakyat Mesir melalui kaki tangannya, Mubarak. Gejolak yang kini terjadi, menurut Khamenei, adalah akumulasi endapan kemarahan atas praktek sistem asing yang menyengsarakan jutaan orang.

Hal yang sama pula terjadi di Tunisia. Bertahun-tahun rakyat Tunisia hidup dalam perasaan terhina. Jilbab secara resmi dilarang, sholat berjamaah dilarang, bahkan sholat sendiri pun dibatasi. Rezim yang sombong semacam ini hanya akan membunuh dirinya sendiri. Kemarahan rakyat Tunisia yang sudah mencapai pucaknya berhasil mengusir Ben Ali dan keluarganya dari puncak kekuasaan.

Yang patut kita cermati dari gejolak Timur Tengah bukan hanya “apa yang terjadi”, tetapi lebih dalam dari itu adalah “mengapa gejolak itu terjadi”. Doktrin lama kekuatan kapitalis: bila sebuah rezim mengancam kepentingan kapitalis, gulingkanlah!, tampaknya menjadi titik terang untuk membongkar dalang dibalik gejolak di Timur Tengah. Wall Street Journal (28 Agustus 2009) mengeluarkan laporan bahwa ternyata Libya adalah negara dengan sumber minyak terbesar di Afrika. Dengan potensi SDA yang besar,Qadafi seringkali menyulitkan investor. Juga memaksa perusahaan-perusahaan asing untuk menegosiasi ulang kontrak yang ada. Jika tidak, maka nasionalisasi menjadi senjata Qadafi untuk menekan perusahaan-perusahaan asing seperti Exxon Mobil, Shell, dan British Petroleum. Dan bukan tidak mungkin, penggulingan Qadafi dilakukan demi memuluskan kepentingan kekuatan kapitalis.

Di Mesir, Amerika turut berperan dalam skenario penggulingan Rezim Mubarak. Walaupun selama ini Amerika menunjukkan dukungannya pada rezim ini, tapi sesungguhnya Mubarak sudah tidak efektif lagi menjaga kepentingan Amerika di Mesir. Amerika berhasil merangkul kekuatan oposisi yang menjadi penentang diktator. Kemarahan rakyat Mesir dimanfaatkan secara efektif oleh Amerika. Freedom House dan the National Endowment for Democracy ikut terlibat dalam mendesain skenario tersebut. AS selama ini telah mendukung dan mendanai kelompok-kelompok pro-demokrasi Mesir. Bahkan para blogger pun dilibatkan dalam “political leveraging” ini.

Dapat dikatakan, seluruh gejolak di Timur Tengah termasuk juga di Maroko dan Al-Jazair berlangsung tanpa arah dan visi yang jelas. Sangat disayangkan jika pada akhirnya gerakan sosial ini berujung pada sebatas pergantian Rezim. Padahal pergantian rezim semacam ini, seperti yang terjadi di Mesir, Libya, dan Tunisia, mudah sekali dibajak oleh kepentingan lain. Jika revolusi yang diinginkan tentu bukan hanya sebatas pergantian rezim, tapi juga transformasi sistem. Ada ideologi alternatif yang ditawarkan yang tentunya lebih kuat dan menjanjikan.

People power sesungguhnya tidak menjanjikan perubahan apa pun jika tuntutannya hanya sebatas pergantian rezim semata. Diperlukan ideologi alternatif yang secara rapi diperjuangkan oleh sebuah gerakan yang memiliki master plan yang jelas. Keberadaan sebuah gerakan yang memiliki road map perjuangan mutlak diperlukan. Gerakan tersebutlah yang akan membentuk massa yang sadar dan percaya serta yakin pada ideologi baru yang ditawarkan. Melihat sejarah panjang Timur Tengah yang berabad-abad berada di bawah kekuasaan Islam, maka Ideologi Islam menjadi tawaran yang menjanjikan.

Tuntutan pergantian rezim hanya akan memudahkan AS dan sekutunya melakukan revitalisasi untuk mengamankan kepentingannya di Timur Tengah. Ibarat keluar dari mulut harimau tetapi justru terjerumus ke dalam mulut buaya.

0 komentar:

Posting Komentar

Komentari walau dengan sedikit kata. Jika ingin menambahkan icon smiley, ketik karakter seperti yang tertera di samping kanan icon yang mewakili perasaan anda.

Artikel Popular

Arsip

detikcom

Peringkat Alexa