Senin, 13 Juni 2011

Daftar Komposer Produktif dan Pencetak Hits (Posisi 2)

Indonesia memiliki banyak seniman di bidang musik yang handal, dari 1960 hingga sekarang silih berganti para komposer (pencipta/penggubah lagu) mewarnai perjalanan musik kita dari masa ke masa. Meski popularitas mereka biasanya tergusur oleh para biduan yang menyanyikan lagu-lagu mereka, akan tetapi sebenarnya merekalah yang menciptakan trend musik di setiap dekade.

Sebagai bentuk penghormatan atas dedikasi mereka, arasadeta menyajikan daftar para komposer yang memiliki produktivitas tinggi dengan karya berkategori hitsmaker dan dibawakan oleh beberapa penyanyi berbeda. Urutan peringkat bukan berdasarkan kualitas, namun berdasarkan popularitas lagu-lagu yang banyak menjadi hits pada kurun waktu tertentu. Mungkin ada beberapa nama yang saat ini terlupakan karena sudah tidak aktif lagi di blantika musik tanah air.

Rinto Harahap memang komposer yang legendaris. Dia benar-benar sangat produktif di masanya, untuk urusan lagu-lagu bernuansa melankolis atau disebut juga ‘cengeng’, dia memang ‘raja’-nya. Kehadirannya berawal dari popularitas The Mercy’s, grup band papan atas di era 1970-an, dimana ia salah satu personilnya dengan memegang alat musik bass. Pasca The Mercy’s yang pernah sukses lewat lagu “Semua Bisa Bilang” (1972), ia lantas membentuk perusahaan rekaman bernama Lollypop Record sekitar tahun 1980 bersama sang kakak, Erwin Harahap, di saat itulah namanya sebagai pencipta lagu hitsmaker  makin berkibar. Bersama Lollypop, ia turut andil melambungkan sejumlah penyanyi di jagat musik Indonesia seperti Eddy Silitonga dan Rita Butar Butar lewat lagu ciptaannya, contohnya “Biarlah Sendiri” (Eddy Silitonga-1976) dan “Seandainya Aku Punya Sayap” (Rita Butar Butar-1981). Eddy Silitonga pernah pula menampilkan hits fenomenal lewat “Ayah” (1976 - terdapat dalam album “Biarlah Sendiri”-red) yang pernah dirilis ulang lewat suara Ariel Peterpan dan Candil Seurieus dan diubah beberapa lirik dan judulnya menjadi “Aceh” (2005), sebagai peringatan terhadap tragedi gempa dan tsunami di Aceh. 

Rinto juga terhitung sukses melambungkan nama Maya Rumantir, Nia Daniati, Iis Sugianto, Betharia Sonata, Christine Panjaitan, serta Nur’afni Octavia. Memang para penyanyi tersebut sangat pas mendendangkan lagu-lagu Rinto yang kerap mengambil wilayah nada-nada tinggi dalam setiap karya ciptaannya. Meskipun demikian, lagu Rinto tak hanya didominasi para biduanita, beberapa penyanyi pria pun pernah sukses menyanyikan karyanya, selain Eddy Silitonga, Rinto sempat pula menghasilkan hits melalui  Adi Bing Slamet, Rano Karno, Mawi Purba, dan tak ketinggalan Chrisye serta Broery Pesolima/Marantika, dua penyanyi pop legendaris Indonesia. 

Dari sekian banyak karya Rinto, beberapa lagu yang sangat sukses adalah “Dingin” (Hetty Koes Endang-1978), “Benci Tapi Rindu” (Diana Nasution-1978), “Kau Tercipta Untukku” (Betharia Sonata-1981), “Kau Untuk Siapa” (Betharia Sonata-1982), “Jangan Sakiti Hatinya” (Iis Sugianto-1980), “Bunga Sedap Malam” (Iis Sugianto-1981), “Bila Kau Seorang Diri” (Nur’afni Octavia-1980), “Sudah Kubilang” (Christine Panjaitan-1980), “Tangan Tak Sampai” (Christine Panjaitan-1983), “Untuk Apa” (Emilia Contessa-1980), “Kau yang Kusayang” (Mawi Purba-1981), “Gelas-gelas Kaca” (Nia Daniaty-1986), “Katakan Sejujurnya” (Christine Panjaitan-1987), “Aku Jatuh Cinta” (Broery Pesolima-1987), dan “Aku Begini Kau Begitu” (Broery Pesolima-1988). 

Lagu “Jangan Sakiti Hatinya” merupakan tonggak awal perubahan kiblat musik Iis Sugianto sekaligus menandai awal kesuksesan Iis yang sebelumnya ada di jalur pop kreatif namun kurang bersinar. Sementara itu, lagu “Aku Jatuh Cinta” menjadi awal kembalinya karir Broery Pesolima yang sempat redup di penghujung 1970-an hingga pertengahan 1980-an. Sejak saat itu produktivitas Broery menjadi terjaga dengan meluncurkan album secara berkala sampai akhir hayatnya. 

Beberapa lagu Rinto sempat direpresentasikan dalam bentuk film musikal, yaitu “Jangan Sakiti Hatinya”, “Kau Tercipta Untukku”, dan “Seindah Rembulan” (Iis Sugianto & Chrisye-1981). Beberapa film tersebut memasang bintang populer remaja kala itu, Lydia Kandouw, sebagai pemeran utama. Dalam film “Seindah Rembulan”, Rinto bahkan turut bermain di dalamnya (di film ini juga kita bisa menyaksikan akting Iis Sugianto dan Chrisye-red). 

Lirik lagu yang meratap-ratap, alunan dan aransemen musik yang mendayu-dayu menjadi daya pikat luar biasa bagi penggemar musik Indonesia di era tersebut, hingga kalangan yang antipati terhadap jenis musik ini menamakannya pop ‘cengeng’, dan Rinto pun dinobatkan sebagai “Legenda Pop Cengeng”. Padahal jika kita simak beberapa lagunya, tak melulu berlirik cinta yang meratap-ratap dan perasaan sakit hati. Lagu “Ayah” menceritakan kerinduan seorang anak terhadap sosok sang ayah yang telah tiada, sementara lagu “Gelas-gelas Kaca” bertemakan sosial, yakni tentang kehidupan di panti asuhan, bahkan lagu “Sudah Kubilang” dan beberapa lagu Christine Panjaitan lainnya berisikan nasihat bijak terhadap seorang sahabat yang dirundung kesedihan. 

Rinto memang menjadi pembuka jalan bagi komposer lain untuk eksis di jalur beraliran yang sama. Rinto merupakan generasi awal pencipta lagu melankolis, yang kemudian dilanjutkan Pance Pondaag, Obbie Messakh, Deddy Dores, dan beberapa lainnya. Meski begitu, lirik yang ditulis Rinto mempunyai gaya yang berbeda dari yang lain, ia acapkali menyisipkan lirik pantun bernafas Melayu ke dalam lagunya. Masih ingat ungkapan ‘Buah semangka berdaun sirih’ yang sempat populer di akhir ’80-an bukan? Ya, ungkapan ini merupakan penggalan lirik dari lagu “Aku Begini Kau Begitu” milik Broery Marantika, bahkan beberapa orang mengira kalimat tersebut adalah judul lagu itu. Gaya seperti ini pernah ‘ditiru’ musisi lainnya dalam banyak karya mereka, namun tetap saja terdengar dan terasa berbeda dari karya Rinto Harahap. 

Sayangnya, ada kalanya publik awam (dan juga ‘setengah awam’-red) sering tertukar dalam membedakan karya Rinto Harahap dengan karya Obbie Messakh. Contohnya saja lagu “Hati yang Luka” (Betharia Sonata) ciptaan Obbie Messakh sering disebut sebagai karya Rinto, padahal liriknya sangat jauh berbeda dengan ciri khas Rinto, sementara kebalikannya, lagu “Aku Begini Kau Begitu” sering dikatakan sebagai karya Obbie Messakh. 

Tipikal suara dan cara sang penyanyi dalam menginterpretasikan lagu, juga berperan penting, setidaknya ada tujuh penyanyi yang cukup berhasil menghilangkan unsur ‘cengeng’ pada lagu-lagu Rinto, yaitu Hetty Koes Endang, Diana Nasution, Emilia Contessa, Christine Panjaitan, Mawi Purba, Chrisye, dan Broery Marantika. 

Sebagai bentuk apresiasi dan penghargaan atas karya gemilang Rinto Harahap, perusahaan rekaman Sony Music merilis “The Masterpiece of Rinto Harahap” di tahun 2010 yang menerbitkan karya Rinto menjadi berbeda nuansa di tangan music director Tohpati serta suara para artis Sony Music, seperti Ello, Andy /rif, Tria The Changcuters, Yovie and The Nuno, Rio Febrian, Astrid, Terry, dan lain-lain. Di album ini kita juga dapat mendengarkan suara dari Achi Harahap, adik kandung Cindy Claudia Harahap dan putri sang legenda, yang mendendangkan lagu “Dingin”.

Selanjutnya:
Sebelumnya:

0 komentar:

Posting Komentar

Komentari walau dengan sedikit kata. Jika ingin menambahkan icon smiley, ketik karakter seperti yang tertera di samping kanan icon yang mewakili perasaan anda.

Artikel Popular

Arsip

detikcom

Peringkat Alexa