Selasa, 17 Mei 2011

Daftar Komposer Produktif dan Pencetak Hits (Posisi 5-10)

Indonesia memiliki banyak seniman di bidang musik yang handal, dari 1960 hingga sekarang silih berganti para komposer (pencipta/penggubah lagu) mewarnai perjalanan musik kita dari masa ke masa. Meski popularitas mereka biasanya tergusur oleh para biduan yang menyanyikan lagu-lagu mereka, akan tetapi sebenarnya merekalah yang menciptakan trend musik di setiap dekade.

Sebagai bentuk penghormatan atas dedikasi mereka, arasadeta menyajikan daftar para komposer yang memiliki produktivitas tinggi dengan karya berkategori hitsmaker dan dibawakan oleh beberapa penyanyi berbeda. Urutan peringkat bukan berdasarkan kualitas, namun berdasarkan popularitas lagu-lagu yang banyak menjadi hits pada kurun waktu tertentu. Mungkin ada beberapa nama yang saat ini terlupakan karena sudah tidak aktif lagi di blantika musik tanah air.

10. Cecep AS termasuk hitsmaker di awal ’80-an. Karya-karyanya menjadi jaminan laris dan mengangkat banyak nama antara lain Atiek CB, Rafika Duri, Ramona Purba, Jayanthi Mandasari, dan masih banyak lagi. Lagu-lagu ciptaannya begitu khas, melankolis tapi iramanya tidak cengeng, dan uniknya sebagian besar judul lagunya cuma menggunakan satu kata. Umumnya lagu Cecep disukai oleh remaja perempuan di masanya. Lagu “Tirai” (1983) contohnya, lagu yang dilantunkan Rafika Duri dengan lembut ini sungguh menarik perhatian para gadis ABG waktu itu, bahkan sampai kini, perempuan angkatan ‘80-an masih mengingat dan menggemarinya. Kepopuleran lagu ini membuat Cecep membuat sequel “Tirai 2” (1983) yang dinyanyikan Jatu Parmawati, meski tidak seheboh “Tirai”, “Tirai 2” pun cukup mendapat sambutan. Atiek CB terangkat namanya lewat “Risau” (1984) yang sempat dirilis ulang Melly Goeslaw tahun 2006. Selanjutnya, Atiek kembali hits lewat “Akh!” (1985). Penyanyi tuna netra Ramona Purba juga mengawali debut karirnya dengan membawakan karya Cecep AS, “Terlena” (1983). Hits lain dari Cecep AS antara lain “Pasrah” (Andi Meriem Matalatta-1984), “Ingkar” (Jayanthi Mandasari-1984), “Kekang” (Atiek CB-1985), “Dara” (Harvey Malaihollo-1987), “Pilar” (Rafika Duri-1984), “Maafkan” (Atiek CB-1989), “Izinkanlah” (Nike Ardilla-1991, diciptakan bersama Yonky Soewarno-red), dan sederet lainnya.

9. Yovie Widianto dikenal sebagai salah satu pendiri dan personel grup musik Kahitna. Yovie memang menjadi motor band itu sejak didirikan pada 1986. Selain itu, Yovie juga dikenal sebagai pencipta lagu ternama di blantika musik Indonesia. Ia sukses mengorbitkan banyak lagu beserta penyanyinya melalui karya-karyanya yang bernuansa cinta, seperti Rio Febrian (“Bukan Untukku”-2001), Audy (“Janji Di Atas Ingkar”-2001), RidaSitaDewi (“Terlambat Bertemu”-2002), Warna (“Dalam Hati Saja”-1998), Rita Effendi (“Sebatas Mimpi”-1994), Yana Julio (“Aku Masih Cinta”-1995), Pinkan Mambo (“Tak Mungkin Bersatu”-2005), Glenn Fredly (“Kasih Putih”-2001), Lingua (“Bila Kuingat”-1996), Andity (“Semenjak Ada Dirimu”-2007), Ihsan Idol (“Kemenangan Hati”-2007), Dirly & Ghea Idol (“Kemenangan Hati”-2007), Bening (“Ada Cinta”-1997), Lisa A. Riyanto (“Jendela Mimpi”-2000), Hedi Yunus (“Suratku”-1996), Dea Mirella (“Takkan Terganti”-2001), Rossa (“Kini”-2002), Ressa Herlambang (“Menyesal”-2008), Tia AFI (“Adilkah Ini”-2005), The Groove (“Satu Mimpiku”-2002), Marcell ("Peri Cintaku"-2010), dan sebagainya. Meskipun Kahitna masih eksis, namun Yovie membentuk band lain yaitu Yovie & The Nuno yang memiliki karakter berbeda dengan Kahitna. Yovie & The Nuno dikemas untuk segmen remaja dan mampu bersaing dengan band-band papan atas saat ini, semisal Ungu dan ST12. Bersamanya, Kahitna sudah menghasilkan delapan album, yang pertama “Cerita Cinta (1994) dan terbaru “Lebih Dari Sekedar Cantik (2010). Sementara Yovie & The Nuno telah melahirkan empat album, yang tersukses “The Special One” (2007) dengan hits “Menjaga Hati” dan “Dia Milikku”, sedang yang teranyar bertajuk “Winning Eleven” dengan hits “Tak Setampan Romeo” dan “Manusia Biasa”. Yovie dikenal sebagai komposer yang tidak ‘asal’ memberikan lagu, ia selalu menyesuaikan lagu dengan karakter vokal sang penyanyi. Ia mempelajari karakter vokal penyanyi yang akan ia beri lagu. Selain turut mendorong kesuksesan para penyanyi muda, Yovie pernah pula membuat karya untuk penyanyi-penyanyi besar, contohnya Ruth Sahanaya (“Merenda Kasih”-1991) dan Chrisye (“Untukku”-1998).

8. Obbie Messakh atau Thobbias Messakh direkrut oleh perusahaan rekaman besar di era ‘80-an, JK Records, milik produser Judhi Kristianto. Penyanyi yang bernaung di bawah label JK seringkali disebut sebagai ‘artis-artis JK’ yang 98% adalah perempuan, sebut saja Dian Piesesha, Meriam Bellina, Marina Elsera, Lidya Natalia, Heidy Diana, Helen Sparingga, Anie Ibon, Mega Sylvia, Ria Angelina, dll. JK saat itu merilis album-album manis dan mendayu-dayu namun sangat meledak di pasaran. Obbie merupakan salah satu penulis lagu laris (hitsmaker) bersama Pance Pondaag, Maxi Mamiri, Wahyu OS, Deddy Dores, dan Judhi Kristianto sendiri, tapi harus diakui, Obbie yang waktu itu masih remaja merupakan hitsmaker paling dicari industri rekaman. Obbie seolah melanjutkan kesuksesan Rinto Harahap dalam jalur pop yang sama di era ‘70-an hingga pertengahan ‘80-an. Sukses fenomenal Obbie saat ia melahirkan lagu “Hati Yang Luka” (Betharia Sonata-1987), “Kisah Kasih di Sekolah” (1986), yang dinyanyikannya sendiri dan terdapat dalam album “Kau dan Aku Satu” serta “Antara Benci dan Rindu” (Ratih Purwasih-1986), yang dikenal dengan kalimat “Yang...hujan turun lagi...” penggalan awal lirik lagu itu. Ketiga tembang tersebut menjadi legenda sampai sekarang. Dan tentunya yang paling legendaris adalah “Hati Yang Luka”. Lagu ini sampai menarik perhatian Menteri Penerangan di masa Orde Baru, yang menyatakan pelarangan pemutaran lagu-lagu pop ‘cengeng’ di TVRI, oleh karena kepopuleran lagu ini yang membuat industri musik saat itu dipenuhi dengan lagu-lagu meratap-ratap dan penuh kesedihan. Sungguh tidak masuk akal, seorang menteri sampai mengurusi hal seperti ini. Padahal musik itu bergantung pada trend, toh tanpa dilarang pun trend tersebut akan silih berganti dengan trend lainnya sesuai tingkat kejenuhan masyarakat. Ini salah satu bukti jika pemerintahan Orde Baru tidak berpihak pada rakyat banyak, bahkan untuk selera musik sekalipun.

7. Dewiq atau Cynthia Dewi Bayu Wardhani musisi produktif Indonesia di era 2000-an sampai sekarang. Ironisnya, karya-karya Dewiq lebih terkenal dibanding dengan penciptanya, padahal diam-diam ia telah merilis empat album. Bahkan kebanyakan orang tidak akan menyangka jika lagu tersebut adalah ciptaannya, karena Dewiq menciptakan lagu dalam berbagai jenis aliran musik meskipun dia sendiri lebih menyukai musik blues. Lagu ciptaan Dewiq, “Dunia Belum Berakhir” (2000) yang dinyanyikan Shaden mampu mengangkat popularitas grup musik itu.  Sukses mencipta lagu bagi penyanyi lain, menggoda Dewiq untuk merilis album baru. Oktober 2008, Dewiq merilis album keempatnya, “Siapakah Dewiq? The Hits Maker”. Di album ini, hampir seluruh hasil karyanya dibawakan Dewiq bersama musisi lain. Seperti single “Be Te”, yang dinyanyikan dengan Ipang BIP dan “Koq Gitu Sih?” yang dinyanyikan dengan Indra Bekti. Pencinta musik Indonesia mungkin banyak yang sudah mengenal judul lagu-lagu ciptaan Dewiq berikut ini: “Bukan Cinta Biasa” (Siti Nurhaliza-2003), “Temui Aku” (Audy-2005), “Dosa Termanis” (Tere-2005), “Cinta di Ujung Jalan” (Agnes Monica-2005), “Jenuh” (Rio Febrian-2006), “50 Tahun Lagi” (Warna-2006, yang dirilis ulang Yuni Shara & Raffi Ahmad-2010), “I Love You” (Dewi Sandra-2006), “Masih Bisa Cinta” (Iwan Fals-2007), “Seharusnya Tak Begini” (Pinkan Mambo-2007). Bunga Citra Lestari adalah penyanyi yang paling sering menyanyikannya lagu Dewiq, sebut saja “Saat Kau Pergi” (OST Dealova-2005), “Sunny” (OST Cinta Pertama-2006), “Tentang Kamu” (2008) dan “Pernah Muda” (2008). Para pendatang baru di dunia rekaman pun ‘ramai-ramai’ mengandalkan lagu ciptaannya, seperti Nina Tamam (“Yayaya…Aku Bahagia”-2005), Gita Gutawa (“Bukan Permainan”-2007), Mike Mohede juara Indonesian Idol 2 (“Terbaik”-2006), Judika Runner-up Indonesian Idol 2 (“Malaikat”-2007), Ussy (“Klik”-2007), T2 yang terdiri dari duo jebolan AFI 2005, Tiwi & Tika (“OK”-2007), dan Syahrini (“Bohong-2008). Dewiq juga berperan penting di lagu-lagu hits band Kotak, seperti "Masih Cinta" (2009) dan "Pelan-pelan Saja" (2009). Yang menarik, Dewiq pernah membuat lagu ‘tanpa judul’ untuk Once, mungkin karena pihak Aquarius Musikindo (pihak label-red) yang kecolongan sehingga single tersebut tiba-tiba beredar sebelum resmi diedarkan oleh label. Belakangan lagu tersebut ditetapkan dengan judul “Aku Mau”.

6. Oddie Agam atau Imran Majid dikenal sebagai penyanyi dan pencipta lagu yang terkenal menjelang akhir 1980-an. Lagu-lagu yang diciptakannya banyak yang menjadi hits, antara lain “Surat Cinta" (1987), "Logika" (1987), dan “Wow” (1989) semuanya dipopulerkan oleh Vina Panduwinata . Hits lain yang meledak di pasaran diantaranya “Aku Cinta Padamu” (Itang Yunasz-1989), “Koq Jadi Gini” (Hetty Koes Endang-1987), “Tanda-tanda” (Mus Mujiono-1988), “Arti Kehidupan” (Mus Mujiono-1988), “Puncak Asmara” (Utha Likumahuwa-1988), “Anak Sekolah” (Chrisye-1986), serta tembang fenomenal "Antara Anyer dan Jakarta” (1987) yang mengangkat popularitas penyanyi Malaysia Sheila Majid di Indonesia, meski sebenarnya lagu ini pernah direkam oleh suara Atiek CB di tahun 1986. Ciptaan Oddie memang khas, melodinya unik dan liriknya lugas, meski kadang terlalu ‘to the point’ . Nama Oddie menjulang sebagai hitsmaker papan atas pada masanya. Karya-karya Oddie menjadi jaminan laris, berkualitas baik dan menjadi warna baru yang menyegarkan setelah mulai melemahnya gempuran lagu-lagu melankolis ala JK Record karena kejenuhan publik. Pernah suatu kali dalam tahun yang sama, lagu-lagu Oddie menguasai tangga lagu di banyak radio, karena begitu banyak karyanya yang bersamaan munculnya dan sama-sama menjadi hits dan menyebar ke banyak penyanyi.  Selain lagu untuk penyanyi solo, Oddie juga kerap menciptakan lagu-lagu duet yang romantis, seperti "Kesempatan" (duetnya bersama Dewi Yull-1988), “Bahasa Cinta” (Broery Marantika & Vina Panduwinata-1987), “Tamu Istimewa” (duetnya bersama Vina Panduwinata-1990), “Bebaskan Asmara” (duetnya bersama Malyda-1990), dan “Begitulah Cinta” (Tembang Finalis Festival Lagu Populer 1988 yang dibawakan apik oleh Harvey Malaihollo dan Vina Panduwinata, kemudian Harvey merilis ulang di tahun 2000, namun kali ini ia berduet dengan Sheila Majid). Sebelum populer sebagai komposer handal, Oddie pernah menyimpan kekaguman terhadap Meriam Bellina, bintang film pendatang baru saat itu yang langsung meraih piala Citra FFI, hingga melahirkan tembang “Bellina” (1984) yang dinyanyikannya sendiri.

5. Deddy Dores adalah musisi yang sudah tidak asing lagi bagi pencinta musik pop Indonesia. Ia salah satu dari segelintir musisi yang besar jasanya untuk perkembangan industri musik lokal. Awalnya Deddy merupakan komposer andalan Judhi Kristianto, bos JK Record. Beberapa artis JK sempat melantunkan karyanya, seperti Ria Angelina dan Twin Sister, corak lagunya agak berbeda dengan karya Pance F. Pondaag dan Obbie Messakh, mungkin itu juga yang membuat Deddy sedikit kalah bersaing dengan keduanya. Awal ’90-an ia mencoba putar haluan, ia ingin lebih banyak menciptakan lagu dengan sentuhan musik rock yang memang background dia dalam bermusik, seiring dengan surutnya aliran pop melankolis. Di jenis musik yang kemudian disebut slow rock ini, Deddy bersama pencari bakat asal Bandung Denny Sabri (alm.) menemukan bakat bintang dari seorang gadis muda asal Bandung pula yaitu Nike Ardilla. Deddy merasakan sosok dirinya ada di diri Nike namun dalam versi perempuan, terutama dalam hal materi suara. Deddy percaya bahwa karya-karyanya akan berhasil jika Nike yang membawakannya. Hasilnya, album “Seberkas Sinar” (1990) yang ia tangani cukup sukses di pasaran. Yang lebih mencengangkan album kedua Nike yang mengandalkan lagu “Bintang Kehidupan” (1990), meraup sukses fantastis. Nike menjadi idola di mana-mana dan karya-karya Deddy pun menjadi ‘buruan’ para penyanyi muda sekaligus menandai berakhirnya musim pop kreatif dan pop melankolis yang sebelumnya merajai dekade ‘80-an. Jenis musik ini turut pula menggusur musik dangdut yang semula ‘aman’ di jalurnya sendiri. Pesona Nike terus tak terbendung, setiap album yang ia luncurkan selalu laris dan lagu-lagunya menjadi hits. Deddy berhasil mencetak mega bintang baru di slow rock. Lagu ciptaan Deddy memang khas, struktur melodinya terdengar sama antara lagu satu dengan lainnya, chord-nya pun sederhana. Dari segi lirik pun nyaris selalu memiliki tema yang sama. Namun demikian, banyak musisi di masa itu yang meniru gaya musiknya. Deddy kemudian banyak mengangkat nama penyanyi baru yang cantik, seperti Mayang Sari, Conny Dio, Annie Carera, Yessy Gasela, dan Lady Avisha. Conny Dio sempat hits di lagu “Setitik Air” (1990) dan Annie Carera dalam “Cintaku Tak Terbatas Waktu” (1996). Selanjutnya Deddy Dores mendapat pesaing berat dari Malaysia, dengan sentuhan yang hampir serupa, peredaran lagu-lagu slow rock asal Malaysia sempat sukses besar mampu menandingi Deddy Dores, dkk. Dan sebaliknya di Malaysia, lagu-lagu Indonesia ala Deddy Dores begitu mengguncang publik musik di sana. Meski bukan lewat tangan Deddy, kemunculan Inka Christie dan Poppy Mercury juga berkat fenomena aliran musik ini. Penyanyi lain yang sudah punya nama semisal Ita Purnamasari pun menjadi sedikit terpengaruh jenis musik ini. Deddy juga pernah menghasilkan hits duet bersama Mayang Sari lewat “Jangan Pisahkan” (1991) meski sebenarnya lagu ini lebih pas dinyanyikan sendiri. Seperti jenis musik lain, aliran musik ini juga akhirnya mengalami kemunduran, bedanya, hal ini harus dilalui secara tragis. Pada 19 Maret 1995, publik tiba-tiba dikejutkan dengan berita kematian Nike Ardilla dalam sebuah kecelakaan mobil di Bandung, yang sekaligus menandai masa keemasan slow rock yang mulai suram. Meski begitu album terakhir Nike yang mengeluarkan single karya Deddy bertajuk “Sandiwara Cinta” (1995) berhasil menyamai kesuksesan album “Bintang Kehidupan” yang terjual sekitar dua juta copy. Album ini dirilis beberapa hari jelang Nike berpulang. Deddy Dores berkiprah di dunia musik sejak 1970-an, ia sempat tergabung dalam band Superkids dan membentuk band Rhapsodia. Selain itu, ia pernah membuat album solo yang menghasilkan hits yang cukup terkenal “Hilangnya Seorang Gadis” (1971). Tak banyak orang tahu, kalau ia juga sempat masuk grup rock legendaris God Bless pada 1974. 

Selanjutnya:
Daftar Komposer Produktif dan Pencetak Hits (Posisi 3-4)
Daftar Komposer Produktif dan Pencetak Hits (Posisi 2)
Daftar Komposer Produktif dan Pencetak Hits (Posisi 1)
Sebelumnya:
Daftar Komposer Produktif dan Pencetak Hits (Posisi 11-20)
Daftar Komposer Produktif dan Pencetak Hits (Posisi 21-28)

0 komentar:

Posting Komentar

Komentari walau dengan sedikit kata. Jika ingin menambahkan icon smiley, ketik karakter seperti yang tertera di samping kanan icon yang mewakili perasaan anda.

Artikel Popular

Arsip

detikcom

Peringkat Alexa